Tugas Individu
Ilmu
Keperawatan Dasar III
AMSAL
MIRINO
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Euthanasia merupakan upaya untuk mengakhiri hidup orang lain
dengan tujuan untuk menghentikan
penderitaraan yang dialami oleh seseorang karena suatu penyakit atau suatu
keadaaan tertentu. Di jaman modern ini, telah tercatat banyak sekali
kasus-kasus euthanasia, baik yang terekspos maupun yang tersembunyikan. Terdapat dua unsur utama yang
menjadikan euthanasia menjadi bahan perdebatan yang sengit dikalangan dunia
kesehatan dan di kalangan masyarakat. Yang pertama, euthanasia jelas-jelas
merupakan tindakan yang dengan sengaja menghilangkan nyama orang lain. Namun,
selain itu justru alasan yang dilakukannya euthanasia adalah untuk menghindarkan
pasien dari rasa sakit atau penderitaan yang dianggap terlalu menyiksa. Di
beberapa Negara di dunia, euthanasia merupakan suatu tindakan yang dilegalkan,
sedangkan di Negara lain, pelaku euthanasia ditangkap karena dianggap melakukan
tindakan yang melanggar hukum. Dalam makalah ini, akan dipaparkan lebih jauh
tentang euthanasia.
B.
Tujuan
a. Tujuan Umum
Pembaca dapat mengetahui masalah
“Euthanasia” yang merupakan masalah dalam dunia kesehatan baik di Indonesia
maupun di Dunia.
b. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pengertian dari uthanasia
b) Untuk mengetahui prosedur,
aspek-aspek euthanasia
c) Untuk mengetahui contoh kasus-kasus
euthansia dan pembahasanannya
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi Euthanasia
Istilah
euthanasia berasal dari bahasa yunani, yaitu “eu” dan “thanatos”. Kata
eu berati baik, tanpa penderitaan, sedangkan thanatos berarti mati. Yang dapat
diartikan euthanasia berarti mati tidak dalam penderitaan. Oleh sebab itu
euthanasia sering juga disebut sebagai “Mercy
Killing” atau mati dengan tenang. Secara etimologis euthanasia berarti
kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan
euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk
mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) euthanasia adalah tindakan mengakhiri dengan
sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan) yang mengalami sakit berat atau
luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa euthanasia adalah praktek pencabutan kehidupan
manusia atau hewan melalui cara yang dianggap dapat meminimalkan rasa
sakit, bahkan tanpa rasa sakit sekalipun.
Menurut
Hilman (2001), euthanasia berarti “pembunuhan tanpa penderitaan”. Tindakan ini
biasa dilakukan terhadap penderita penyakit yang secara medis sudah tidak
mungkin lagi untuk disembuhkan.
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan
sebagai kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus
penyakit yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan.
B.
Prosedur Euthanasia
Ada 3 prosedur yang dapat
digunakan untuk menentukan syarat dalam melakukan euthanasia:
1.
Pertama,
dari segi medis ada kepastian bahwa penyakit yang sudah tidak dapat disembuhkan
lagi.
2.
Kedua,
harga obat dan tindakan medis yang sudah terlalu mahal.
3.
Ketiga,
dibutuhkan biaya ekstra untuk mendapatkan obat atau tindakan medis tersebut.
Bila ditinjau dari cara
pelaksanaannya, euthanasia dapat dibagi menjadi 2 kategori:
a.
Euthanasia Agrasif (Aktif)
Merupakan suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Tahap-tahap
euthanasia aktif :
·
Pertama, dokter yang mengambil tindakan
mematikan misalnya dengan suntik mati.
·
Kedua, dokter hanya membantu pasien, misalnya
dengan memberi resep obat yang mematikan dalam dosis besar.
Contohnya kanker darah yang sudah lama dan tak kunjung sembuh
dan semakin parah yang membuat pasien tersebut menderita selama bertahun-tahun.
Jadi pada akhirnya tim medis ingin melakukan tindakan euthanasia kepada pasien
tersebut untuk mengurangi penderitaannya.
b.
Euthanasia Pasif
Merupakan tindakan euthanasia yang negatif dimana tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
seorang pasien. Euthanasia pasif dapat dilakukan dengan memberhentikan
pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja :
·
Tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien
yang mengalami kesulitan dalam pernapasan,
·
tidak memberikan antibiotika kepada penderita
pneumonia berat,
·
Meniadakan tindakan operasi yang seharusnya
dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang
rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.
Contohnya yaitu dengan
melepas bantuan oksigen pada seorang pasien yang sudah lama koma dan tak
kunjung sadar dengan tingkat keselamatan yang kecil.
C.
Dampak Euthanasia
a. Sudut
Pandang Pasien
Mudah
putus asa karena tidak ingin dan tidak memiliki semangat lagi untuk berjuang
melawan penyakitnya.
b. Sudut
Pandang Keluarga Pasien
Aspek
kemanusiaan dan ekonomi.
D.
Aspek-aspek Euthanasia
a. Aspek Agama
Kelahiran dan kematian
merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang
mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan
ini menurut ahli-ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun
alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak
Tuhan yaitu memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun
dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan sekarat dapat
dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Aspek
lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha
medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus kedokter dan berobat
untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak di tangan Tuhan, kalau
belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang berupaya mengobati penyakitnya
maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses
kematian. Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak
Tuhan.
b. Aspek Hak Asasi.
Hak asasi manusia selalu
dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan
jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan
dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum
euthanasia, yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia.
Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak
langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk
menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih tegas lagi dari
segala penderitaan yang hebat.
c. Aspek Ilmu Pengetahuan.
Pengetahuan kedokteran dapat
memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai
kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu kedokteran
hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan
penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak
diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia sia, bahkan
sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa
kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.
d. Aspek Hukum Euthanasia di Indonesia dan di Dunia
a)
Aspek
hukum euthanasia di Indonesia
Di Indonesia
belum ada peraturan perundangan yang
secara jelas tenatang euthanasia namun, ada ketentuan pasal-pasal dalam kitab
undang-undang hokum pidana (KUHP) dimana euthanasia ini diatur secara tersirat,
yaitu : Pasal 304, Pasal 306, Pasal 344 KUHP.
·
Pasal 304 KHUP = Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang
dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan
pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya/karena menurut penjanjian, di
hukum penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp.
400.000,-. Catatan: isi pasal diatas mirip dengan tindakan euthanasia pasif
dimana ancaman pidanannya lebih tinggi apabila orang yang dibiarkan itu
akhirnya meninggal dunia seperti yang diatur dalam pasal 306 KUHP ayat 2.
·
Pasal 304 dan pasal 306 KUHP = merupakan ketentuan yang diatur dalam bab
15 KUHP tentang meninggalkan orang yang perlu ditolong.
·
Pasal 306 KUHP = Kalau salah satu perbuatan yang diterapkan dalam pasal 304
mengakibatkan orang mati, si tersalah itu dihukum penjara paling lama 9 tahun.
·
Pasal 344 KUHP = Barang siapa menghilangkan nyawa
orang lain atas perintah orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata
dan bersungguh-sungguh dihukum penjara paling lama 12 tahun. Catatan: pasal 344
KUHP ini isinya mirip dengan tindakan euthanasia aktif, karena ada tindakan
menhilangkan nyawa orang lain. Dalam kaitannya baik dengan euthanasia aktif
maupun pasif tanpa permintaan terdapat ketentuan dalam pasal-pasal berikut :
·
Pasal 340 KUHP = Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu
menghilangkan nyawa orang lain, dihukum, karena pembunuhan yang direncanakan,
dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup.
·
Pasal 359 KUHP = Barang siapa dengan salahnya menyebabkan matinya orang lain akan
dihukum penjara paling lama 5 tahun
b)
Hukum
Euthanasia di berbagai belahan Negara
·
Belanda
Pada tanggal 10 april
2001 Belanda menerbitkan UU yang mengijinkan euthanasia, UU ini dinyatakan
efektif berlaku sejak tanggal 1 april 2002, yang menjadikan Belanda menjadi negara
pertama di dunia yang melegalisasi paktek euthanasia. Pasien-pasien yang
mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhir
hidupnya penderitaaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam kitab hukum
pidanan Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih
dipertahannkan sebagai perbuatan kriminal.
·
Republik
Ceko
Di Republic Ceko
euthanasia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peratuaran
setelah pasal mengenai euthanasia dikeluarkan dari rancangan kitab UU hukum
pidana. Sebelumnya pada rancanagan tersebut, perdana menteri Jiri Pospisil
bermaksud untuk memasukan euthanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai
suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun dewan
perwakilan konstitusional dan komite hukum negara tersebut merekomendasikan
agar pasal kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut.
e. Aspek Legal Etis
Pengertian
Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat
seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik
keperawatan. Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya
pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur
dalam UU keperawatan. Isi dari prinsip – prinsip legal dan etis adalah :
·
Autonomi
( Otonomi )
Prinsip otonomi
didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat
keputusan sendiri. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang,
atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
·
Beneficience
( Berbuat Baik )
Beneficience berarti,
hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari
kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan
kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
·
Justice
( Keadilan )
Prinsip keadilan
dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
·
Non
Maleficience (Tidak Merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik
dan psikologis pada klien.
·
Veracity
( Kejujuran )
Prinsip ini berarti
penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien
sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.
·
Fidellity
(Metepati Janji)
Prinsip ini
dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya. Prinsip ini
dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.
Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia
pasien.
·
Confidentiality
(Kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip
kerahasiaan adalam informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien.
·
Accountability
(Akuntabilitas)
Akuantabilitas
merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seseorang professional dapat
dinilai dalam situasi yang tidak jelas tanpa terkecuali.
·
Informed
consent
Informed consent
terdiri dari dua kata yaitu “informed”
yang berarti telah mendapat penjelasan atau keteranagan dan “consent” yang berarti persetujuan atau
member izin. Jadi “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang
diberikan oleh pasien dan keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan
dengannya.
BAB III
STUDI KASUS
A.
Kasus 1
Sebuah permohonan untuk melakukan euthanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Panca Satria Hasan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 3 bulan pasca operasi Caesar dan disamping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan euthanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk euthanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.
B.
Kasus 2
Koma selama 3,5 bulan setelah menjalani operasi di RSUD Pasar Rebo pada bulan Oktober 2004 dengan diagnosa hamil di luar kandungan. Namun setelah dioperasi ternyata hanya ada cairan di sekitar rahim. Setelah diangkat, operasi tersebut mengakibatkan Siti Zulaeha, 23 tahun mengalami koma dengan tingkat kesadaran di bawah level binatang. Sang suami, Rudi Hartono 25 mengajukan permohonan euthanasia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tangggal 21 Februari 2005. Permohonan yang ditandatangani oleh suami, orang tua serta kakak dan adik Siti Zulaeha.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Analisis Kasus
Menceritakan kasus euthanasia yang terjadi di Indonesia.
Kasus itu terjadi karena ketidaktegaan keluarga pasien untuk melihat
penderitaan dari pasien oleh karena penyakit yang diderita pasien dan juga
beban ekonomi. Pada kasus tersebut ada yang disetujui oleh pemerintah untuk
melakukan euthanasia tetapi ada juga yang tidak disetuju oleh pemerintah untuk
dilakukannya tindakan euthanasia.
B.
Pembahasan
Contoh
kasus di atas jika dikaji dalam prinsip etik keperawatan :
a. Otonomi (Kebebasan)
Contohnya pasien tersebut diberikan
kebebasan untuk memilih suatu tindakan yang ia inginkan. Misalnya jika
pasien tersebut ingin melakukan tindakan
euthanasia kita sebagai seorang perawat harus memberi tahu dampak dan resiko
apa saja yang akan terjadi, serta menanyakan kepada keluarga apakah mereka
menyetujui tindakan tersebut. Jika keluarga tersebut menyetujui maka tindakan
selanjutnya adalah membuat surat pernyataan dilakukannya tindakan euthanasia.
b.
Beneficience (Berbuat Baik)
Contohnya kita sebagai seorang
perawat harus melaksanakan suatu tindakan dengan baik dan benar sesuai dengan
standar prusedur suatu tindakan yang akan dilakukan.
c.
Justice (Keadilan)
Contohnya perawat tidak boleh memilih-milih
pasien dalam menjalankan dan melaksanakan tugasnya sebagai seorang perawat.
d.
Non Malafince (Tidak Merugikan)
Contohnya perawat harus
memberitahukan kepada pasien apa itu tindakan euthanasia tetapi juga harus bisa
meberikan pemahaman dan mencegah pasien tersebut untuk melakukan tindakan
euthanasia.
e.
Veracity (Kejujuran)
Contohnya pasien harus selalu jujur
dalam memberitahukan kondisi dan keinginan pasien sebelum melakukan euthanasia.
f.
Fidelity (Menepati janji)
Contohnya perawat harus bisa menepati
janji kepada pasien agar dapat meminimalkan sakit yang diderita oleh pasien
sehingga pasien tersebut dapat pulih dan sehat.
g.
Confidentiality (Kerahasiaan)
Contohnya perawat harus menjaga kerahasiaan
yang menyangkut privasi dari pasien/klien yang dirawat kepada pasien dan juga
keluarga pasien.
h.
Accountability (Akutanbilitas)
Contohnya perawat melakukan tindakna
sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). Apabila perawat melakukan
Malpraktek maka perawat tersebut dapat digugat oleh klien karna melakukan
tindakan yang salah.
i.
Informed consent
Contohnya jika perawat ingin
melakukan suatu tindakan harus menjelaskan prosedur yang akan dilakukan dan
meminta persetujuan dari pasien maupun keluarga pasien.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Euthanasia adalah suatu tindakan yang
di lakukan oleh seorang tenaga medis untuk mengakhiri hidup seseorang yang di
rawatnya untuk memperingan beban hidupnya yang mendapatkan persetujuan dari
keluarga.
B. Saran
Ketika sakit disarankan untuk
mendapatkan perawatan medis yang diperlukan dengan tidak melupakan usaha lain
diantaranya meminta kepada Sang Pencipta dan usaha untuk sembuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Rohim Abdal (2011).
Euthanasia Presepetif Dan Hukum Pidana Indonesia. http://www.stikku.ac.id/wp-content/uploads/2011/02/EUTHANASIA-PERSEPETIF-MEDIS-DAN-HUKUM-PIDANA-INDONESIA.pdf.
diakses tanggal 19 November 2016.
Euthanasia. http://kamusbahasaindonesia.org/eutanasia.
diakses 19 November 2016.
Franson,
J.C. (2004). Chapter 5 Euthanasia. http://www.nwhc.usgs.gov. diakses 19
November 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar