BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Diera
globalisasi sekarang ini bidang kesehatan banyak mengalami pemuktahiran dan
pekembangan-perkembangan ilmu yang mencuri perhatian masyarakat dunia. Seiring
dengan itu banyak pula masalah-masalah yang tentunya mampu membuat derajat
kesehatan manusia menurun. Dengan adanya masalah-masalah tersebut maka status
kesehatan masyarakat juga mengalami degradasi, maka pada masa
sekarang status kesahatan menjadi suatu keharusan yang harus dipertahankan bagi
setiap orang. Satus kesehatan bisa didapat jika seorang masyarakat/klien dapat
dengan melalui suatu Pendidikan Kesehatan. Dimana pendidikan kesehatan ini
mencakup semua instasi kesehatan. Status kesehatan dapat diketahui dengan
mengetahui Kebutuhan Dasar Manusia. Dalam makalah ini akan dibahas
tentang klien sebagai sebagai peserta didik dan kebutuhan dasar klien.
1.2.Rumusan
Masalah
a.
Apa
Pengertian klien
b.
Apa
Pengertian pendidikan klien
c.
Apa
Tujuan Pendidikan Klien
d. Apa Saja Standar Untuk Pendidikan Klien
e.
Bagaimana
Domain Pengajaran
f.
Bagaimana
Prinsip Pembelajaran Dasar
g.
Apa
SajaKebutuhan Kesehatan Klien
h.
Bagaimana Penggabungan Proses Keperawatan
dan Proses Pengajaran
1.3.Tujuan
Pembaca
dapat mengetahui :
a.
Pengertian
klien
b. Pengertian pendidikan klien
c.
Tujuan
Pendidikan Klien
d.
Standar
Untuk Pendidikan Klien
e.
Domain
Pengajaran
f.
Prinsip
Pembelajaran Dasar
g. Kebutuhan Kesehatan Klien
h. Penggabungan Proses Keperawatan
dan Proses Pengajaran
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Klien
a. Menurut KBBI (2001) Klien
adalah orang yang memperoleh bantuan, orang yang membeli sesuatu atau
memperoleh layanan.
b. Menurut fundamental
keperawatan (Potter; Perry)
Klien ialah orang yang
mencari pelayanan kesehatan dan anggota keluarga atau orang yang berarti bagi
orang yang mencari pelayanan kesehatan tersebut.
c. Dalam keperawatan, yang
menjadi klien bisa saja individunya itu sendiri maupun keluarga atau
kerabatnya. Jenis jenis klien yang disebutkan dalam Neuman System Model juga
bisa dalam bentuk individu maupun kelompok. Klien sebagai individu yaitu
seseorang yang mendapatkan asuhan
keperawatan. Klien sebagai keluarga ialah keluarga tersebut yang diberikan
asuhan keperawatan/apabila seorang anggota dari keluarga tersebut mengalami
suatu penyakit atau kelemahan pada tubuhnya yang mengakibatkan ia tidak dapat
memberikan keterangan secara jelas kepada perawat maka ia dibantu oleh
keluarganya. Sedangkan klien sebagaik kelompok atau masyarakat ialah klien yang
ruang lingkupnya lebih luas daripada keluarga.
B. Pengertian
Pendidikan Kesehatan
a. Dalam
keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan
yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang
didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik. Pelaksanaan pendidikan
kesehatan dalam keperawatan merupakan kegiatan pembelajaran dengan
langkah-langkah sebagai berikut : pengkajian kebutuhan belajar klien, penegakan
diagnose keperawatan, perencanaan pendidikan kesehatan, implementasi pendidikan
kesehatan, evaluasi pendidikan kesehatan, dan dokumentasi pendidikan kesehatan
(Suliha, 2002).
b. Pendidikan
kesehatan merupakan tindakan mandiri perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan untuk meningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui kegiatan
pembelajaran sehingga dari yang tidak tahu jadi tahu,yang tidak mau jadi mau
dan yang tidak mampu menjadi mampu untuk menjaga dan mempertahankan
kesehatannya atau mencegah terjadinya penyakit dan tingkat keparahan sakit pada
dirinya dan proses pemulihan kesehatan dari sakit untuk mencapai kesehatan yang
optimal.
C. Tujuan
Pendidikan Klien
Pada
dasarnya pendidikan kesehatan ditujukan agar klien dapat meningkatkan,
memperbaiki dan mempertahankan status kesehatannya. Pendidikan pasien/klien
yang komprehensif terdiri dari tiga tujuan, yaitu:
a. Pencegahan penyakit, pemeliharaan serta peningkatan
kesehatan
b. Perbaikan kesehatan
c. Koping terhadap gangguan fungsi
D. Standar
Untuk Pendidikan Klien
Menurut The
Joint Commisson on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO)
(1995) (dalam Potter dan Pery, 2005: 337), standar untuk
pendidikan klien/keluarga adalah sebagai berikut:
a. Klien/keluarga diberi pendidikan yang dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan untuk memberikan
keuntungan penuh dari intervensi kesehatan yang dilakukan oleh institusi.
b. Organisasi merencanakan dan mendorong pengawasan dan
koordinasi aktivitas dan sumber pendidikan klien/keluarga.
c. Klien/keluarga mengetahui kebutuhan belajar mereka,
kemampuan, dan kesiapan untuk belajar.
d. Proses pendidikan klien/keluarga bersifat interdisiplin
sesuai dengan rencana asuhan keperawatan.
e. Klien/keluarga mendapatkan pendidikan yang spesifik
sesuai dengan hasil pengkajian kemampuan dan kesiapannya. Pendidikan kesehatan meliputi
pemberian obat-obatan, penggunaan alat medis, pemahaman tentang interaksi
makanan/obat dan modifikasi makanan, rehabilitasi, serta bagaimana melakukan
pengobatan selanjutnya.
f. Informasi mengenai instruksi pulang yang diberikan pada
klien/keluarga diberikan institusi atau individu tertentu yang bertanggung
jawab terhadap kesinambungan perawatan klien.
Keberhasilan untuk mencapai stadar di atas tergantung
pada keikutsertaan seluruh tenaga kesehatan profesional.
E.
Domain pengajaran
Domain merupakan suatu realisasi
definisi dari bidang teknologi pembelajaran. Domain mewujudkan apa yang dapat
dilakukan oleh suatu disiplin ilmu agar disiplin tersebut mampu memberikan
sumbangan langsung dalam bentuk rumusan praktik yang dilakukan oleh para
praktisi. Domain juga berfungsi sebagai panduan para praktisi dan tenaga ahli
untuk bergerak dalam bidang yang dimaksud. Selain itu, domain perlu dirumuskan
berdasarkan definisi yang sudah ada agar pembentukan profesi dan praktik
menjadi lebih mudah. Domain memberi penjelasan bagi para profesional dan
praktisi mengenai apa yang harus dan boleh dilakukan atau apa yang menjadi
batasan perilaku dan ruang lingkup pekerjaan dan layanan yang harus
diselesaikan. Konsep kognitif, afektif, dan
psikomotorik dicetuskan oleh Benyamin Bloom pada tahun 1956. Karena itulah
konsep tersebut juga dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom.
a.
Pembelajaran kognitif
Pembelajaran kognitif adalah pembelajaran yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.
Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
a)
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah
kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide,
rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya.
Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
b)
Pemahaman (comprehension)
Adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang
sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik
dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi
uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih
tinggi dari ingatan atau hafalan.
c)
Penerapan (application)
Adalah
kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah
merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
d)
Analisis (analysis)
Adalah
kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
e)
Sintesis (syntesis)
Adalah
kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.
Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur
secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau
bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi
daripada jenjang analisis.
f)
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah
merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi
Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
b. Pembelajaran afektif
Pembelajaran afektif adalah pembelajaran yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Pembelajaran afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci
lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
a)
Receiving atau Attending
(menerima atau memperhatikan)
Receiving atau attending (menerima ataa memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi,
gejala dan lain-lain. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian
sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada
jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau
nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri
kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu.
b)
Responding (menanggapi)
Responding
(menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan
menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut
sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving.
c)
Valuing (menilai
atau menghargai)
Valuing
(menilai/menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada
receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta
didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk.
d)
Organization (mengatur
atau mengorganisasikan)
Organization (mengatur
atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga
terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur
atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
e)
Characterization by
evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai)
Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek
nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini
proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki
nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena
sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana.
c.
Pembelajaran psikomotor
Pembelajaran psikomotor merupakan pembelajaran yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu, berhubungan dengan aktivitas fisik,
misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil
belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Menurut simpson
(dalam sagala, 2003), pembelajaran psikomotor terbagi atas tujuan kategori yaitu:
f)
Persepsi
Aspek ini mengacu pada alatuntuk memperoleh kesadaran akan suatu
objek atau gerakan dan mengalihkannya kedalam kegiatan atau perbuatan. Aspek
ini merupakan tindakan yang paling rendah dalam pembelajaran psikomotor.
g)
Kesiapan
Aspek ini mengacu pada kesiapan memberikan respons secara
mental, fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan.
Aspek yang berada satu tingkat diatas persepsi ini mensyaratkan perencanaan
yang matang.
h)
Respons terbimbing (guide respons)
Aspek ini mengacu pada pemberian respons perilaku,
gerakan-gerakan yang diperlihatkan dan didemonstrasikan sebelumnya.
Latihan-latihan ujian sebelum mengikuti ujian sesungguhnya merupakan salah satu
contoh dari respons terbimbing. Aspek ini berada satu tingkat di atas kesiapan.
i)
Mekanisme (mechanical respons)
Aspek ini mengacu pada keadaan di mana respons fisik yang
dipelajari telah menjadi kebiasaan. Peserta didik yang selalu melakukan latihan
secara rutin sehingga menjadikan latihan tersebut sebagai bagian dari dirinya
merupakan contoh dari aspek mekanisme. Aspek ini berada satu tingkat di atas
respons terbimbing.
j)
Respons yang kompleks (complex response)
Aspek ini mengacu pada pemberian respons atau penampilan
perilaku atau gerakan yang cukup rumit dengan terampil dan efisien. Peserta
didik terampil mengerjakan latihan sebelum ujian merupakan salah satu contoh
respons yang kompleks. Aspek ini berada satu tingkat di atas mekanisme.
k)
Penyesuaian pada gerakan atau adaptasi
Aspek ini mengacu pada kemampuan menyesuaikan respons atau
perilaku gerakan dengan situasi yang baru. Setelah menguasai latihan dengan
baik, bahkan mengerjakan soal yang sulit, seorang peserta didik dapat
menerapkan dan menggunakan kemampuannya dalam ujian yang sebenarnya. Aspek ini
berada satu tingkat di atas respons yang kompleks.
l)
Originalisasi
Aspek ini mengacu pada kemampuan menampilkan pola-pola gerak
gerik yang baru, dalam arti menciptakan perilaku dan gerakan yang baru
dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri. Setelah cukup lama belajar,
seorang peserta didik dapat menciptakan model latihan yang berbeda dari
teman-temannya. Aspek ini menduduki tingkat paling tinggi dalam domain.
F.
Prinsip pembelajaran
dasar
Pembelajaran bergantung
dari motivasi seseorang untuk belajar, kemampuan belajar, serta lingkungan
pembelajaran.
a.
Motivasi untuk belajar
a)
Perangkat perhatian
Perangkat perhatian
yaitu status mental dari peserta didik untuk fokus dan memahami materi.
Ketidaknyamanan fisik, distraksi lingkungan dan ansietas dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam belajar. Kondisi fisik seperti kelaparan, kelelahan
dan nyeri dapat mengganggu kemampuan seseorang dalam berkonsentrasi, sehingga
sangat berpengaruh pada pembelajaran. Ansietas merupakan perasaan tidak
menentu, oleh karena itu ansietas bisa meningkatkan atau bahkan menurunkan
kemampuan seseorang di dalam memberikan perhatian. Sedangkan distraksi
lingkungan berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam memperhatikan pengajar
dan aktivitas dalam proses pembelajaran.
b)
Motivasi
Motivasi merupakan
dorongan yang membuat seseorang mengambil atau melakukan suatu tindakan.
Motivasi berasal dari motif sosial, tugas dan fisik. Motivasi sosial dierlukan
untuk berhubungan, harga diri, atau penampilan sosial. Biasanya seorang
individu mencari oranglain dalam membandingkan kemampuan, pendapat, dan
emosinya. Motivasi fisik juga sering terjadi kepada klien, klien yang mempunyai
perubahan fungsi fisik biasanya termotivasi untuk belajar. Tidak
semua orang merasa perlu melakukan tindakan menjaga dan mempertahankan
kesehatan. Oleh karena itu, keyakinan bahwa kesehatan adalah yang utama bisa
dijadikan motivasi yang kuat untuk seseorang dalam menjaga kesehatannya. Model
keyakinan kesehatan dapat digunakan oleh perawat di dalam melaksakan pendidikan
kesehatan kepada klien. Model ini dibuat untuk menjelaskan alasan seseorang
dalam mencoba tindakan kesehatan.
c)
Adaptasi psikososial terhadap penyakit
Penurunan kesehatan
tubuh sering kali sulit diterima oleh klien. Secara psikologis proses berduka
akan membuat klien membutuhkan lebih banyak waktu untuk beradaptasi dengan
implikasi emosi dan fisik dari penyakit. Kesiapan seseorang untuk belajar
bergantung pada tingkat berduka. Ketika klientidak sanggup menerima realitas
penyakitnya, ia akan sulit atau bahkan tidak akan mau untuk diajak belajar.
Sehingga, pengajaran untuk klien harus dijadwalkan sesuai dengan kesiapannya
untuk belajar.
d)
Partisipasi aktif
Keikutsertaan klien di
dalam proses pengajaran dipengaruhi oleh keinginan klien dalam mendapatkan
pengetahuan. Dalam hal ini klien tidak hanya terlihat sebagai seorang penerima
pendidikan atau asuhan kesehatan yang pasif, tetapi juga sebagai mitra aktif
pemberian asuhan.
b.
Kemampuan untuk belajar
a)
Kemampuan perkembangan
Perkembangan kognitif
klien sangat berpengaruh terhadap kemampuannya dalam belajar. Sebelum seseorang
mempelajari informasi baru, kedewasaan serta perkembangan kognitifnya mutlak
ada. Usia seseorang menunjukkan perkembangan kemampuannya dalam proses
belajar.
b)
Kemampuan fisik
Selain kemampuan perkembangan,
kemampuan seseorang di dalam belajar juga bergantung dari tingkat perkembangan
dan kesehatan fisik secara umum. Kondisi seseorang yang menguras tenaga juga
bisa membuat kemampuan belajar seseorang menjadi terganggu.
c.
Lingkungan belajar
“Faktor dalam lingkungan fisik merupakan faktor dimana
pengajaran dilakukan sehingga membuat proses belajar tersebut menjadi
menyenangkan atau menjadi suatu pengalaman yang menyulitkan. Perawat harus
memilih lingkungan yang membantu klien untuk memfokuskan diri pada tugas
pembelajaran” (Potter dan Pery, 2005:346). Lingkungan ideal yang sesuai
digunakan untuk melangsungkan kegiatan belajar adalah ruangan dengan penerangan
yang cukup dan terdapat sirkulasi udara yang baik, suhu udara yang nyaman,
serta perabot yang layak. Suasana tenang juga dibutuhkan di dalam melangsungkan
kegiatan belajar.
G.
Kebutuhan kesehatan klien
Kebutuahan kesehatan klien merupakan kebutuhan yang
berpatokan pada kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan manusia/klien merupakan
unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia/klien dalam mempertahankan
keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Walaupun setiap orang mempunyai sifat tambahan, kebutuhan yang unik,
setiap orang mempunyai kebutuhan dasar manusia yang sama. Besarnya kebutuhan
dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan posisi pada rentang
sehat-sakit. Hierarki
kebutuhan manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat digunakan
perawat untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada saat
memberikan perawatan. Hierarki kebutuhan manusia mengatur kebutuhan dasar dalam
lima tingkatan prioritas yaitu:
a. Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs)
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas
tertinggi dalam hirarki Maslow. Seorang yang beberapa kebutuhannya tidak
terpenuhi secara umum akan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
fisiologisnya terlebih dahulu. Manusia memiliki
delapan macam kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan oksigen dan pertukaran
gas, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi
urin dan fekal, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan tempat tinggal,
kebutuhan temperatur, serta kebutuhan seksual.
b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (Safety
and Security Needs)
Kebutuhan keselamatan
dan rasa aman yang dimaksud adalah keselamatan dan rasa aman dari berbagai
aspek, baik fisiologis maupun psikologis yang mengancam diri.
c. Kebutuhan Rasa Cinta, Memiliki, dan Dimiliki
(Love and Belonging Needs)
Kebutuhan ini meliputi
memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti
dengan orang lain, kehangatan, persahabatan, serta mendapat tempat atau diakui
dalam keluarga, kelompok dan lingkungan sosialnya.
d. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteen Need)
Kebutuhan ini meliputi
perasaan tidak bergantung pada orang lain, kompeten, serta penghargaan terhadap
diri sendiri dan orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self
Actualization)
Kebutuhan ini meliputi kemampuan untuk dapat
mengenal diri dengan baik (mengenal dan memahami potensi diri), belajar
memenuhi kebutuhan sendiri – sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi yang
tinggi, kreatif, serta mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya.
Menurut teori Maslow seseorang yang
seluruh kebutuhannya terpenuhi merupakan orang yang sehat, dan sesorang
dengan satu atau lebih kebutuhan yang tidak terpenuhi merupakan orang yang
berisiko untuk sakit atau mungkin tidak sehat pada satu atau lebih dimensi
manusia.
H.
Penggabungan Proses
Keperawatan dan Proses Pengajaran
Berikut ini adalah tabel
perbandingan antara proses keperawatan dan pengajaran menurut Potter dan Pery
(2005:349)
Langkah Dasar
|
Proses Keperawatan
|
Proses Pengajaran
|
Pengkajian
|
Kumpulkan data mengenai kebutuhan fisik psikologis,
sosial, kultural, perkembangan dan spiritual pasien itu sendiri, keluarga,
tes diagnostik, catatan medis, riwayat keperawatan dan literatur.
|
Kumpulkan data mengenai kebutuhan belajar klien,
motivasi, kemamuan untuk belajar serta sarana pengajaran dari klien,
keluarga, lingkungan belajar, catatan medis, riwayat keperawatan, dan
literatur.
|
Diagnosa keperawatan
|
Identifikasidiagnosa keperawatan yang tepat.
|
Identifikasi kebutuhan pengajaran klien mengaccu pada
tiga domain pengajaran.
|
Perencanaan
|
Kembangkan rencana asuhan secara individual. Tetapkan
prioritas diagnosa berdasarkan kebutuhan segera klien. Rundingkan rencana
asuhan dengan klien.
|
Tetapkan tujuan pengajaran. Rumuskan dalam terminologi
tingkah laku. Identifikasi prioritas yang berhubungan dengan kebutuhan
belajar. Rundingkan dengan klien tentang rencana pengajaran. Identifikasi
metode pengajaran yang digunakan.
|
Implementasi
|
Lakukan terapi asuhan keperawatan. Libatkan klien
sebagai peserta aktif dalam asuhan keperawatan. Libatkan keluarga dalam
asuhan sesuai kebutuhan.
|
Implementasikan metode pengajaran. Secara aktif
libatkan klien dalam aktivitas pengajaran. Libatkan partisipasi keluarga
sesuai kebutuhan.
|
Evaluasi
|
Identifikasi keberhasilan dalam memenuhi hasil yang
diharapkan serta keberhasilan asuhan keperawatan.
|
Nilai hasil proses belajar mengajar. Ukur kemampuan
klien untuk mencapai tujuan pengajaran. Ulangi pengajaran bila dibutuhkan.
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sekarang
ini didalam praktik perawatan kesehatan untuk seorang pasien, lebih ditekankan
pada pendidikan kesehatan yang berkualitas. Pendidikan untuk klien merupakan
sesuatu yang sangat penting bagi seorang perawat. Selain untuk kepentingan
perawat, pendidikan kesehatan ini juga memiliki peran penting pula bagi diri si
pasien itu sendiri, sebab pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
mengenai diagnosis, prognosis, pengobatan serta akibat dari pengobatan terhadap
dirinya.
B. Saran
Sebagai seorang perawat kita
haruslah memahami betul tentang keadaan klien yang ingin mengetahui tentang
dunia kesehatan. Jadi jadilah perawat yang bisa memberi informasi dunia
kesehatan kepada klien/masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar