BAB I
PPENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ginjal memainkan peran-peran kunci dalam fungsi tubuh, tidak
hanya dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga
dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit-elektrolit didalam tubuh, mengontrol
tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah.Ginjal
berlokasi dalam perut ke arah kebelakang, normalnya satu pada setiap sisi dari
spine (tulang belakang). Mereka mendapat penyediaan darah melalui arteri-arteri
renal secara langsung dari aorta dan mengirim darah kembali ke jantung via
vena-vena renal ke vena cava Gagal Ginjal terjadi karena organ ginjal mengalami
penurunan kerja dan fungsinya, hingga menyebabkan tidak mampu bekerja dalam
menyaring elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh
(sodium dan kalium) dalam darah atau produksi urine.(Anonim:2010). Pada Makalah
ini akan dibahas tentang Gagal Ginjal lebih lanjut dan kiranya dapat berguna
bagi pembaca.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana anatomi dan fisiologi
ginjal ?
b.
Apa pengertian gagal ginjal ?
c.
Apa saja klasifikasi gagal ginjal ?
d.
Bagaimana etimologi gagal ginjal ?
e.
Bagaimana patofisiologi gagal
ginjal ?
f.
Bagaimana manifestasi gagal ginjal
?
g.
Bagaimana penatalaksanaan gagal ginjal ?
h.
Apa komplikasi gagal ginjal ?
i.
Bagaimana askep pada gagal ginjal ?
C.
Tujuan
Agar pembaca dapat
mengetahui :
a.
Anatomi dan fisiologi ginjal
b.
Pengertian gagal ginjal
c.
Klasifikasi gagal ginjal
d.
Etimologi gagal ginjal ?
e.
Patofisiologi gagal ginjal ?
f.
Manifestasi gagal ginjal ?
g.
Penatalaksanaan gagal ginjal ?
h.
Komplikasi gagal ginjal ?
i.
Askep pada gagal ginjal ?
BAB II
PEMBAHASAAN
A.
Anatomi
Fisiologi Ginjal
a. Anatomi Ginjal
Ginjal
(Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam mengatur
keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam
basa dalam darah. Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan
kiri kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal
dexter terletak sedikit lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus
hepatis yang besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies
inferior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan ekstremitas
inferior (Moore, 2002). Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa,
capsula adiposa, fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing
ginjal memiliki bagian yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut korteks
dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang. Medulla
renalis terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis yang masing- masing memiliki
papilla renalis di bagian apeksnya. Di antara piramis renalis terdapat kolumna
renalis yang memisahkan setiap piramis renalis (Snell, 2006).
b.
Fisiologi
Ginjal
Masing-masing
ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang masing- masing dari
nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada trauma, penyakit ginjal, atau
penuaan ginjal normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap.
Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus.
Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari
darah sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang
telah difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus
tersusun dari jaringan kapiler glomerulus bercabang dan beranastomosis yang
mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60mmHg), dibandingkan dengan
jaringan kapiler lain. Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel
dan seluruh glomerulus dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi
dari kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke
tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal
kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle
terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden tebal
terdapat makula densa. Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk
mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus
rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin mengalir melalui ujung
papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur pelvis renalis
(Berawi, 2009). Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin
yaitu filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi
dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi
plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini
dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam
pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata 180 liter filtrat glomerulus.
Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75
liter, hal ini berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam
puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi
menjadi urin, volume plasma total akan habis melalui urin dalam waktu setengah
jam. Namun, hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang
dapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh.
Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler
peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi
tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus
ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter
plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5
liter sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin.
Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali
sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan
dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan
selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi
tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam
tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20%
dari plasma yang mengalir melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir
melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin
secara diskriminatif dipindahkan dari plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme
sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah urin yang
siap untuk diekskresi (Sherwood, 2001).
B.
Pengertian
Gagal Ginjal
Ginjal
(renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring
dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan
cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah.
Ginjal juga memproduksi bentuk aktif dari vitamin D yang mengatur penyerapan
kalsium dan fosfor dari makanan sehingga membuat tulang menjadi kuat. Selain
itu ginjal memproduksi hormon eritropoietin yang merangsang
sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah, serta renin yang
berfungsi mengatur volume darah dan tekanan darah.
Penyakit
gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal
penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia
tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin.
Penyakit
gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal
sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia
kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal
ginjal kronis (Anonim, 2010).
Penyakit gagal ginjal ini dapat
menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu
berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering
dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.
C.
Klasifikasi Gagal Ginjal
Dalam dunia kedokteran dikenal 2
macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis
(Anonim, 2010) yaitu:
a. Gagal Ginjal Akut (Acute
Renal Failure = ARF)
Pada gagal ginjal akut terjadi
penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau
beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat.
b. Gagal Ginjal Kronik (Chronic
Renal Failure = CRF)
Pada gagal ginjal kronis adalah penurunan fungsi ginjal
terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung
terus selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat
berfungsi sama sekali (end stage renal disease). Gagal ginjal
kronis dibagi menjadi lima stadium berdasarkan laju penyaringan (filtrasi)
glomerulus (Glomerular Filtration Rate = GFR).
Stadium
|
GFR
(ml/menit/1.73m2)
|
Deskripsi
|
1
|
Lebih
dari 90
|
Kerusakan
minimal pada ginjal, filtrasi masih normal atau sedikit meningkat
|
2
|
60-89
|
Fungsi
ginjal sedikit menurun
|
3
|
30-59
|
Penurunan
fungsi ginjal yang sedang
|
4
|
15-29
|
Penurunan
fungsi ginjal yang berat
|
5
|
Kurang
dari 15
|
Gagal
ginjal stadium akhir (End Stage Renal Disease)
|
D.
Etiologi
Gagal Ginjal
a.
Penyebab gagal ginjal
akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
a)
Penyebab
prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat disebabkan oleh :
·
hipovolemia (volume darah yang
kurang), misalnya karena perdarahan yang hebat.
·
Dehidrasi
karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare, berkeringat
banyak dan demam.
·
Dehidrasi
karena kurangnya asupan cairan.
·
Obat-obatan,
misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan berlebihan berupa
urin.
·
Gangguan
aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah ginjal.
b)
Penyebab
renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.
·
Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan
karena terjadi infeksi sehingga menyebabkan peradangan dan merusak ginjal.
·
Obat-obatan
yang toksik terhadap ginjal.
·
Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga
menyebabkan serat otot yang rusak menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini
bisa terjadi karena trauma atau luka bakar yang hebat.
·
Multiple
myeloma.
·
Peradangan
akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik, Wegener's
granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.
c)
Penyebab
postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.
·
Sumbatan
saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran urin berbalik
arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan kerusakan
ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
·
Pembesaran
prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari saluran kemih)
dan menghambat pengosongan kandung kencing.
·
Tumor
di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
·
Batu
ginjal.
b.
Sedangkan
penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
a)
Diabetes
mellitus tipe
1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan nefropati diabetikum.
b)
Tekanan
darah tinggi yang tidak terkontrol.
c)
Peradangan
dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis),
misalnya karena penyakit lupus atau pasca infeksi.
d)
Penyakit
ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki
kista multipel.
e)
Penggunaan
obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang bersifat
toksik terhadap ginjal.
f)
Pembuluh
darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis) menyebabkan
aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi rusak (iskemia).
g)
Sumbatan
aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.
h)
Infeksi
HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan
berbagai macam keganasan pada ginjal.
E.
Patofisiologi
Gagal Ginjal
a.
Gagal ginjal akut dibagi dua
tingkatan.
a)
Fase mula
Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan
menurunnya aliran darah ginjal, terjadi hipoperfusi dan mengakibatkan iskemi
tubulus renalis. Mediator vasokonstriksi ginjal mungkin sama dengan agen
neurohormonal yang meregulasi aliran darah ginjal pada keadaan normal yaitu
sistem saraf simpatis, sistem renin - angiotensin , prostaglandin ginjal dan
faktor faktor natriuretik atrial. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ginjal
maka akan diikuti menurunnya filtrasi glomerulus.
b)
Fase maintenance.
Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan
sel tubulus dan akumulasi dari debris. Sekali fasenya berlanjut maka fungsi
ginjal tidak akan kembali normal walaupun aliran darah kembali
normal.Vasokonstriksi ginjal aktif merupakan titik tangkap patogenesis gagal
ginjal dan keadaan ini cukup untuk mengganggu fungsi ekskresi ginjal.
Macam-macam mediator aliran darah ginjal tampaknya berpengaruh. Menurunnya
cardiac output dan hipovolemi merupakan penyebab umum oliguri perioperative.
Menurunnya urin mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin -
angiotensin. Angiotensin merupakan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dan
menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal.
b.
Gagal ginjal kronik
Pada gagal ginjal kronik , terjadi
banyak nephron-nephron yang rusak sehingga nephron yang ada tidak mampu
memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan normal, sepertiga jumlah
nephron dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk mencegah
penumpukan di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron berikutnya, bagaimanapun
juga akan menyebabkan retensi produk sisa dan ion kalium. Bila kerusakan
nephron progresif maka gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik hampir
selalu berhubungan dengan anemia berat. Pada gagal ginjal kronik filtrasi
glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya terjadi retensi air dan natrium
yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi akan berlanjut bila salah
satu bagian dari ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan
sejumlah besar renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II, dan
seterusnya terjadi vasokonstriksi dan hipertensi.
F.
Manifestasi
Klinis
Tanda-tanda dari gagal ginjal sebenarnya tidak kelihatan
secara bersamaan. Dengan pemeriksaan laboratorium, dapat diketahui dengan lebih
cermat dan akurat apakah tanda-tanda itu mengarah pada kemungkinan gagal
ginjal.
a.
Beberapa tanda atau gejala gagal
ginjal umum yang perlu diketahui (Anonim, 2010):
·
Kencing
terasa kurang dibandingkan dengan kebiasaan sebelumnya.
·
Kencing
berubah warna, berbusa, atau sering bangun malam untuk kencing.
·
Sering
bengkak di kaki, pergelangan, tangan, dan muka. Antara lain karena ginjal tidak
bisa membuang air yang berlebih.
·
Lekas
capai atau lemah, akibat kotoran tidak bisa dibuang oleh ginjal.
·
Sesak
napas, akibat air mengumpul di paru-paru. Keadaan ini sering disalahartikan
sebagai asma atau kegagalan jantung.
·
Napas
bau karena adanya kotoran yang mengumpul di rongga mulut.
·
Rasa
pegal di punggung.
·
Gatal-gatal,
utamanya di kaki.
·
Kehilangan
nafsu makan, mual, dan muntah
b.
Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Akut :
·
Nyeri
pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah
/darah, sering kencing.
·
Kelainan
Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri (Anonim,
2010).
c.
Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronik:
·
Lemas,
tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal,
sesak napas, pucat/anemi.
·
Kelainan
urin: Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan hasil pemeriksaan Lab. lain: Creatinine
darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu positif (Anonim, 2010).
G.
Penatalaksanaan
Gagal Ginjal
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan homeostasis selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut
:
a.
Diet tinggi kalori dan rendah
protein.
Diet rendah protein (20-40 g/hari)
dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia,
menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan
dari kalium dan garam.
b.
Optimalisasi dan pertahankan
keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan
vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada
beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p
(bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan,
sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium
bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan
pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
c.
Kontrol hipertensi.
Bila tidak terkontrol dapat
terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi dengan
penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa
tergantung tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti
hipertensi.
d.
Kontrol ketidaksemibangan elektrolit.
Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan
kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium,
obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan
obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang
menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui
kadar kalium plasma dan EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat
plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat
kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun
perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
e.
Mencegah dan tatalaksana penyakit
tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan
obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau
kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan
toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan
paratiroidektomi atas indikasi.
f.
Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai
pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat. Modifikasi terapi obat dengan
fungsi ginjal. Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin,
aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan
yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid
dan sitostatik.
g. Deteksi
dan terapi komplikasi
Awasi denagn ketat kemungkinan
ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
h. Persiapan
dialysis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal
ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah gagal
ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau
terjadi komplikasi.
H.
Komplikasi
a.
Gagal Ginjal Akut
a)
Edema Paru-Paru
Edema paru-paru terjadi akibat terjadinya penimbunan cairan
serosa atau serosanguinosa yang berlebihan di dalam ruang interstisial dan
alveolus paru-paru. Hal ini timbul karena ginjal tidak dapat mensekresi urine
dan garam dalam jumlah cukup. Sering kali edema paru-paru menyebabkan kematian.
b)
Hiperkalemia
Komplikasi kedua adalah hiperkalemia (kadar kalium darah
yang tinggi).yaitu suatu keadaan dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5
mEq/l darah. Perlu diketahui konsentrasi kalium yang tinggi justru berbahaya
daripada kondisi sebaliknya ( konsentrasi kalium rendah ). Konsentrasi kalium
darah yang lebih tinggi dari 5,5 mEq/l dapat mempengaruhi system konduksi
listrik jantung. Apabila hal ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak
normal dan jantungpun berhenti berdenyut.
b.
Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis menyebabkan
berbagai macam komplikasi . Pertama, hiperkalemia, yang diakibatkan karena
adanya penurunan ekskresi asidosis metabolic. Kedua, perikardistis efusi
pericardial dan temponade jantung.Ketiga, hipertensi yang disebabkan oleh
retensi cairan dan natrium, serta mal fungsi system rennin angioaldosteron.
Keempat, anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel
darah merah, an pendarahan gastrointestinal akibat iritasi. Kelima, penyakit
tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
I.
Asuhan
Keperawatan
a.
PENGKAJIAN
a)
Riwayat Kesehatan Pasien dan
Pengobatan sebelumnya
·
Berapa
lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara
minum obatnya
·
Apakah
teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
b)
Aktifitas / istirahat :
·
Kelelahan
ekstrem, kelemahan, malaise
·
Gangguan
tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
·
Kelemahan
otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
c)
Sirkulasi
·
Adanya
riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
·
Hipertensi,
DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
·
Nadi
lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir.
·
Pucat,
kulit coklat kehijauan, kuning.
·
Kecenderungan
perdarahan
d)
Integritas Ego :
·
Faktor
stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
·
Menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
e)
Eliminasi :
·
Penurunan
frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
·
Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi
·
Perubahan
warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
f)
Makanan / cairan :
·
Peningkatan
berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
·
Anoreksia,
nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernapasan
ammonia )
·
Penggunaan
diuretic
·
Distensi
abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
·
Perubahan
turgor kulit/kelembaban.
·
Ulserasi
gusi, pendarahan gusi/lidah.
g)
Neurosensori :
·
Sakit
kepala, penglihatan kabur.
·
Kram
otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki,
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
·
Gangguan
status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
·
Rambut
tipis, kuku rapuh dan tipis.
h)
Nyeri / kenyamanan
·
Nyeri
panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
·
Perilaku
berhati-hati / distraksi, gelisah.
i)
Pernapasan :
·
Napas
pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
·
Takipnea,
dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman. Batuk dengan sputum encer (edema
paru).
j)
Keamanan
·
Kulit
gatal
·
Ada
/ berulangnya infeksi
·
Pruritis
·
Demam
(sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada
pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
·
Ptekie,
area ekimosis pada kulit
·
Fraktur
tulang, keterbatasan gerak sendi
k)
Seksualitas
·
Penurunan
libido, amenorea, infertilitas
b. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas
dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnose keperawatan dari orang
dengan kegagalan ginjal adalah sebagai berikut :
a)
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan serta natrium.
b)
Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
c)
Intoleran
aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
d)
Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik,
dan rencana tindakan.
c. Intervensi
Keperawatan
a) Diagnosa I : Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan
retensi cairan serta natrium.
·
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal
tanpa kelebihan cairan.
·
Kriteria
hasil :
Ø Menunjukkan pemasukan dan
pengeluaran mendekati seimbang
Ø Turgor kulit baik
Ø Membran mukosa lembab
Ø Berat badan dan tanda vital stabil
Ø Elektrolit dalam batas normal .
·
Intervensi
Ø Kaji status cairan :Timbang berat
badan harian, Keseimbangan masukan dan haluaran, Turgor kulit dan adanya oedema,
Distensi vena leher, Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Ø Batasi masukan cairan : Pembatasan
cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap
terapi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal
1452), Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan .Pemahaman
meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan (Keperawatan
Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452), Pantau kreatinin
dan BUN serum .Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. (Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, Barbara Ensram, hal 156).
b) Diagnosa II :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.
·
Tujuan :
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
·
Kriteria
hasil :
Ø Mempertahankan / meningkatkan berat
badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
Ø Bebas edema.
·
Intervensi
Kaji / catat pemasukan diet :
Ø Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet.
Ø Kondisi fisik umum gejala uremik dan
pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. (Rencana Asuhan
Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
Ø Kaji pola diet nutrisi pasien
Ø Riwayat diet
Ø Makanan kesukaan
Ø Hitung kalori
Ø Pola diet dahulu dan sekarang dapat
dipertimbangkan dalam menyusun menu. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2,
Brunner & Suddart, hal 1452).
Ø Kaji faktor yang berperan dalam
merubah masukan nutrisi
Ø Anoreksia, mual dan muntah
Ø Diet yang tidak menyenangkan bagi
pasien
Ø Depresi
Ø Kurang memahami pembatasan diet
Ø Menyediakan informasi mengenai
faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
Ø Berikan makan sedikit tapi sering
Ø Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik. (Rencana Asuhan
Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
Ø Berikan pasien / orang terdekat
daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
Ø Memberikan pasien tindakan kontrol
dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. (Rencana
Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
Ø Menyediakan makanan kesukaan pasien
dalam batas-batas diet
Mendorong peningkatan masukan diet
Ø Tinggikan masukan protein yang
mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2,
Brunner & Suddart, hal 1452).
Ø Timbang berat badan harian.
Ø Untuk memantau status cairan dan
nutrisi.
c) Diagnosa III : Intoleran
aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk sampah.
·
Tujuan :
Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi.
·
Kriteria
hasil :
Ø Berkurangnya keluhan lelah
Ø Peningkatan keterlibatan pada
aktifitas social
Ø Laporan perasaan lebih berenergi
Ø Frekuensi pernapasan dan frekuensi
jantung kembali dalam rentang normal setelah penghentian aktifitas.
·
Intervensi
Ø Kaji faktor yang menimbulkan
keletihan, Anemia
Ø Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
Ø Retensi produk sampah
Ø Depresi
Ø Menyediakan informasi tentang
indikasi tingkat keletihan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner
& Suddart, hal 1454).
Ø Tingkatkan kemandirian dalam
aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
Ø Meningkatkan aktivitas ringan/sedang
dan memperbaiki harga diri.
Ø Anjurkan aktivitas alternatif sambil
istirahat.
Ø Mendorong latihan dan aktivitas
dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
(Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
Ø Anjurkan untuk beristirahat setelah
dialysis
Ø Istirahat yang adekuat dianjurkan
setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan. (Keperawatan
Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
d) Diagnosa IV : Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic,
rencana tindakan dan prognosis.
·
Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya
peningkatan pengetahuan tentang penykit dan pengobatan.
·
Kriteria
hasil :
Ø Mengungkapkan pemahaman
tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan.
Ø Sedikit melaporkan perasaan gugup
atau takut.
·
Intervensi
Ø Bila mungkin atur untuk kunjungan
dari individu yang mendapat terapi.
Ø Individu yang berhasil dalam koping
dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang baru didiagnosa
mempertahankan harapan dan mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan
diterima. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
Ø Berikan informasi
tentang : Sifat gagal ginjal, jamin pasien memahami bahwa gagal
ginjal kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk
mempertahankan fungsi tubuh normal.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Ginjal
(renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring
dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan
cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah.
·
Gagal
ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan
fungsinya secara normal. Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar
yakni gagal ginjal akut ( acute renal failure = ARF ) dan gagal
ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut
terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau
beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan
pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara
perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama
sekali (end stage renal disease).
B.
Saran
a.
Persiapan
diri sebaik mungkin sebelum melaksanakan tindakan asuhan keperawatan
b.
Bagi
mahasiswa diharapkan bisa melaksakan tindakan asuhan keperawatan sesuai
prosedur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA